Dulu aku menganggap bahwa mencintai lawan jenis adalah sesuatu yang tersier- mewah. sekarang merasainya, bukan infatuated love alias cinta pada pandangan pertama (deskripsinya adalah bahwa Ia datang begitu saja disertai dengan bangkitnya psikofisiologis dan tanda fisik, jantung berdetak dan ereksi pada organ genital), terlalu vulgar mungkin, menurut Strenberg cinta adalah emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan, manusia akan berbuat apapun, tindakan bodoh hingga kriminal bahkan kematian daripada kehilangan cinta. Lihatlah Romeo dan Juliet atau Laila Majnun, Laila yang gila karena cinta, bahkan Cesar dan Cleopatra. Cinta itu sendiri merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi umat manusia sehingga tanpanya pertumbuhan dan perkembangan kemampuan individu terhambat, itu kata Maslow. Khalil Gibran menulis bahwa cinta punya dua sisi, ia mampu memberikan kesenganan dan kedukaan. Sedang Walster bilang bentuk cinta Passionate love membuat orang berfantasi terhadap objeknya. lantas bagaimana denganku? Aku tidak mengalami cinta pada pandangan pertama, aku belum melakukan tindakan yang tidak logis untuknya, dan aku juga masih terkatung antara suka dan duka hanya gundah. mungkin hanya passionate love semacam fantasi, ingin mengalami yang Rumi tulis :
Lewat cintalah semua yang pahit menjadi manis
Lewat cintalah semua yang tembaga menjadi emas,
Lewat cintalah semua yang endapan akan jadi anggur murni
Lewat cintalah semua kesedihan akan jadi obat
Lewat cintalah semua yan mati akan jadi hidup
Lewat cintalah raja akan menjadi budak
saat ini yang manis masih samar, yang emas masih sepuhan, anggurpun belum murni dan sedihku masih jadi luka, yang mati belumlah hidup masih menunggu (di alam barzah) dan aku masih transisi antara raja menjadi budak.
Aku ingin bisa seperti puisi Sapardi Joko Dharmono :
" Aku ingin mencintaimu dengan sederhana Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannnya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang manjdikannya tiada "
Tapi aku belum tahu definisi mencintai dengan sederhana. Semua mungkin masih berjalan dengan lambat, otakku masih lambat menghasilkan dopamine dan nenopirine, aku belum tersipu karenanya hanya cemas dan salah tingkah, padahal aku mau secepatnya endoprin tercipta lantas oxytrocin dihasilkan olehnya dan akhirnya Cinta sempurna, consummate love, semua ada pada tempatnya, keintiman, gairah dan komitmen, mencintai dan dicintai.
Pertanyaannya mengapa? Apakah karena takut? Bukankah mencintai bukan suatu kesalahan, hak asasi semua mahkluk hidup, semestinya ketakutan yang essensial adalah saat menghadap tuhan dengan dosa menggunung. Mencintai adalah hidup, tanpa mencintai tidak menjadi hidup, namun bibir masih kelu saat mau bicara, takut bahwa aku tak mampu mencintainya seperti yang ia mau. Bukan perkara gampang bilang "aku cinta kamu", tahukah bebannya? ataukah tidak mau tahu? atau peduli amat dengan "aku cinta kamu" hanya kata-kata tanpa arti.
Katanya cinta layak diperjuangkan, aku setuju, apalah artinya mencintai tanpa memiliki, tapi apa mudah membunuh cinta? Heh mungkin ya ujung dari cinta dengan lawan jenis adalah hubungan badan yang sakral dan utuh (implementasinya) melanjutkan generasi-reproduksi.
Ada baiknya menunggu, biarkan ia lamban bergerak menuju ujung agar pada saatnya ia mekar dengan sempurna hingga ketakutan-ketakutan tak beralasan itu hilang.
Kamis, 15 Januari 2009
BICARA CINTA
Diposting oleh supriyanto danurejo di 02.30
Label: Danurejo's mind
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar