CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Selasa, 13 Januari 2009

JENUH?

Hidup rasanya juga bersiklus, dengan berbagai macam problematikanya, hidup seperti sel, ada membelah diri untuk memastikan eksistensi lantas mati. salah satu part dari hidup itu sendiri adalah jenuh. Ya jenuh dengan pekerjaan, lingkungan, jenuh dengan kemacetan, jenuh dengan segala macam problematika, jenuh dengan banjir. fatalnya lagi jenuh menjalani hidup, kejenuhan itu bisa menggunung lantas tumpah seperti hujan. Saat kejenuhan terjadi itu periode penghancuran diri sendiri, ya aku menyebutnya penghancuran diri sendiri, saat seluruh kreatifitas, kemampuan, dan kecepatan menurun, imbasnya dalam lingkaran dunia kapitalisme, kita tergerus oleh semacam peraturan dalam dunia kerja (versiku), sisi humanism dengan segala kejenuhan dan kegalauannya mestinya tidak terbawa ke tempat kerja. Dalam dunia kerja kita menjadi robot yang tak beremosi tak jenuh datar saja dan mestinya memang begitu dengan kecepatan yang sudah terukur dan stabil dan bahkan cenderung naik tanpa turun sama sekali. Dalam kehidupan berumah tangga ataupun ber-kasih-an, ketika jenuh meraja itu bisa menghancurkannya hancur lebur. Ketika kejenuhan itu terjadi dan kita hanya diam menerima kejenuhan maka bisa saja grafik kita menurun, penilaian bos yang berimbas ke pendapatan juga menurun ya seperti mata rantai. Ekspresi kejenuhan hanya bisa kita luapkan di luar kerja bahkan dirumah pun kita harus menahannya sebab kejenuhan bisa membahayakan kehidupan berkeluarga dan bersosialisai. Jadi kapan kita boleh jenuh dan mengekspresikan kejenuhan? Tidak ada yang pastik kita tidak boleh jenuh. Caranya? Lakukan apapun untuk menghentikan kejenuhan. Anyway apakah ada kejenuhan yang positif? Mungkin saat kita jenuh melakukan dosa, tapi apa ada dosa yang menjenuhkan? Dosa kan seperti candu yang membuat kita ketagihan.
Lantas apa ya hubungan antara jenuh dan malas? Aku ingat satu waktu saat breefing di tempat kerjaku dan aku bertanya tentang jenuh. Bosku hanya menjawab bahwa jenuh adalah sesuatu yang manusiawi, normal dan bahwa aku harus bersyukur karena aku masih manusia yang bisa jenuh, hanya aku harus tahu kapan aku mampu menghentikannya atau aku tahu waktu yang sesuai aku jenuh dan tidak jenuh. So? Apakah ada yang bisa menjadikan jenuh sebagai suatu periode atau siklus?

0 komentar: