CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Sabtu, 28 Maret 2009

MENYATUKAN SAYAP YANG MASING-MASING


Terbadai, kata ini terlalu fulgar mungkin namun ini merepresentasikan apa yang kurasakan saat ini. sebuah pusaran angin yang menciptakan tsunami pada diriku lagi, setelah kemarin aku sempat terbadai. Kali ini badai yang kualami tak dapat kumaknai sebagai keindahan (bukankah tidak ada badai yang indah? yang namanya badai selalu membawa bencana. Apapun itu tidak pernah ada badai yang menjadikan indah) Basi.... Tapi kali ini seperti semacam tsunami dengan tinggi gelombang tak terjangkau.
Telingaku sayup mendengar sebuah rumor yang mungkin gosip yang mungkin fakta yang mungkin nyata, dan aku belum sanggup memastikannya dengan telinga dan mulutku sendiri, Padahal mestinya tak harus kuhiraukan, bukankan telah mencoba mengabaikannya selama ini. Luka yang tercipta perlahan menyembuh sudah, dengan kebohongan telah kupastikan bahwa aku menerima keputusanku yang telah kubuat dengan membadaikan diriku. Aku terlalu melankolis mungkin, tapi itu aku yang mencoba perlahan berubah dengan logika, dan kuatku merubah adaku, menghiraukan hak asasi tentang rasa.
Menyatukan sayap dari dua manusia yang hanya sebelah mereka punyai menjadi begitu indah, menghidupkan yang telah hidup, memaknainya dan merubah dengan arif santun dan bijak. Tapi ternyata aku belum mampu menerima faktanya.
Bila rasaku tak mampu untuk kurayakan,
bila rasaku tak mampu untuk kumerdekakan,
bila rasaku hanya bayang-bayang ilusi,
bila rasaku harus mengendap dan mati,
maka beri aku waktu untuk mampu menerima kenyataan,
bahwa sebelah sayapku bukan ia,
biarkan ia terbang menyongsong sebelah sayapnya yang lain,
menjadikannya utuh selamanya.
Seandainya doaku terkabul, untukmu menungguku, membiarkan sebalah sayap yang lain itu musnah, maka sayapku untukmu, bila aku telah siap, sebab aku masih embrio, belum menjadi berudu masih butuh waktu, bila kami punya waktu untuk menungguku menyempurna, tapi aku menjadi terlalu egois untuk itu.
Beri aku waktu untuk membunuh rasaku.

Sabtu, 21 Maret 2009

TERKALAHKAN KARENA EDUKASI

Berkali aku mengeluh, kalah karena edukasi, terkalahkan atau mengalah sebenarnya?
Masih menjadi sesuatu yang paradoksal sebenarnya atau sesuatu yang retorika belaka. Aku merasa menjadi manusia yang beruntung dalam ketidakberuntungan (keduanya saling berinterseksi tanpa meninggalkan atau melepaskan, seperti sebuah fungsi atau seperti sebuah satelit yang mengitari planetnya dalam bidang rudang yang sama (meski terkadang elips dan bundar)).
Dalam keberuntungan itu aku sangat bersyukur mampu mensejajarkan diri dengan orang-orang yang menatah hidupnya dengan pahatan yang mudah. Saking mudahnya sehingga membuatnya tidak penting dan berarti, dan dengan sombongnya saat ini, aku telah memaknai masa itu dengan sangat, bahwa ternyata pencapaianku adalah prestasi tersendiri yang dulu hanya sebatas mimpi-mimpi di benakku.
Bagaimanapun juga sekarang aku hidup dalam sebuah era yang mendeklarasikan bahwa edukasi formal adalah mayor, main of life. Artinya tanpa formal education lo ga bakal maju, menjadi seseorang or something....
Sekarang aku mau menapak mimpi lagi agar aku tak terkalahkan hanya karena edukasi, sebab edukasi hanya ciptaan manusia saja kan???
Padahal mahalnya edukasi untuk pendidikan tinggi disebabkan oleh sistem yang menjadikannya seperti itu, sebuah lahan bisnis dengan segala macam nilai keuntungannya. Menurutku pendidikan mestinya menjadi nurani bukan komoditi. Tapi itu cuma menurutku padahal kan diluar sana tidak menuruti mauku, apa bisaku?
Beruntunglah orang-orang yang tak harus terjebak dengan mahalnya biaya edukasi dan bisa total untuk meraih/ menyelesaikan pendidikan tinggi.
Bagaimanapun juga kurasa aku juga cukup beruntung

Rabu, 11 Maret 2009

SAKIT SOLITER

Kepala gw pusing luar biasa, terbadai, sakit cekot-cekot seperti terkena santet. Tubuhku demam dengan keringat seperti lumpur lapindo, mengalir rak henti-henti hingga tubuhku basah, banjir.Diagnosa awalnya hanya ada radang ditenggorkan yang menyebabkan demam, final diagnosa-nya adalah cacar monyet....... karena muncul juga ruam merah di tubuh dengan bintik kecil. kata dokter namanya cacar monyet, kata dokter? beneran tuh? Gw pikir monyat ga pernah kena cacar he ......
Seminggu sudah berlalu, sakit itu masih sedikit eksis di body gw dengan meninggalkan noktah merah di kulitku yang mulus luar biasa dan putih, virusnya juga masih eksis, acyclovir yang diresepkan dokter masih harus aku minum.
Sebenarnya saat seorang dalam perantauan sakit, aduh rasanya sedih bukan kepalang, tubuh yang terpuruk masih harus mengurus diri sendiri, cari makan minum, ke dokter (impact dari keegoisan kali ya), temen-temenku juga sedang sibuk dengan ativitas masing-masing. Akhirnya jadi makhluk soliter deh. Saat sakit begitu kepala jadi luar biasa liar (bukan dengan fantasi-fantasi nakal), tapi oleh bermacam ketakutan menjalani hidup, mengakukan dosa dan banyak lagi.
katanya ketika sakit kita sedang ditinjau ulang oleh Tuhan, sedang disayangi, diberi waktu untuk melakukan transaksi penukaran dosa-dosa kecil. Setelah sakit rasanya raga terlahir baru, jiwa yang telah menyepi kembali dengan damai.
Tapi GW ga mau sakit lagiiiii